Senin, 15 Agustus 2011

CERPEN

HILANGNYA SEORANG SAHABAT KARENA CINTA          
Sahabat adalah sebuah kata yang menandakan bahwa manusia adalah makhluk sosial namun demikian besar arti sebenarnya dari sebuah persahabatan sehingga membuatnya begitu berarti. Kadang sahabat dapat membuat hari-hari yang kita lalui benar-benar indah dan memiliki banyak cerita, namun kadang juga sahabat membuat kenangan terburuk untuk kita sepanjang hidup. Seperti sebuah persahabatan yang terjadi pada seorang anak yang bernama Bagas ini, dari sahabat menjadi cinta.
Bagas adalah seorang anak yang terkenal sangat baik di sekolah. Prestasi sekolahnya juga cukup membuat kedua orang tuanya bangga. Bagas yang sekarang duduk di bangku kelas satu SMP ini memiliki banyak teman, terutama teman sekelasnya . Ia sepulang sekolah biasanya suka menyusuri bukit di belakang rumahnya. Biasanya Ia menyusuri bukit sendiri.
“Alam adalah kehidupan gua, sungai, sawah, bukit adalah tempat yang gua sukai!” ujar Bagas.
Matahari sudah semakin tinggi ketika Aghel masih terlelap di atas ranjang tidurnya. Rasa malas masih menggodanya dengan mimpi-mimpi. Terasa selimut sedikit menjauh, memberikan hawa sejuk ke kakinya. Dengan mata terpejam Bagas mencoba menarik selimutnya kembali. Namun sepertinya selimut Bagas tidak ingin menurut pada tuannya. Dengan susah payah Bagas kembali menariknya. Namun lagi-lagi selimut itu merosot hingga jatuh. Karena kesal Bagas pun mengabaikannya dan bangun dari tidurnya. Tak lama kemudian setelah dia mandi dan siap-siap, Bagas langsung berangkat sekolah seperti biasanya. Bagas selalu tiba disekolah tepat saat bel masuk sekolah berbunyi.
“Bertemu lagi dengan senin? hari yang sangat melelahkan, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris adalah mata pelajaran yang sangat membosankan buat gua, menghitung, mencatat, menghapal selalu memahat otak gua!” gumam Bagas.
Tepat  pukul 01.00,,, tet,,, tet,,, tet bel sekolah tanda pulang telah berbunyi. Bagas bergegas pulang bersama temennya. Sampai dirumah ia langsung ganti baju dan langsung Out ke bukit belakang rumahnya. Dengan sembunyi-sembunyi ia berjalan menuju ke bukit belakang rumahnya. Itu dia lakukan karna orang tuanya melarang dia bermain di bukit itu, entah kenapa orang tuanya melarang Bagas  bermain di bukit itu.
“Langkah kakiku menghantarkanku ke tempat peristirahatan terakhir kakekku, suasana sunyi sepi diiringi rentetan semilir angin menerpaku membuatku terlelap santai di atas pohon mangga samping pemakaman.”
Dari kejauhan terdengar lirih suara langkah kaki dari sudut pemakaman. Seorang cewek cantik berjalan santai menghampiri Bagas.
“Ghel lagi ngapain loe di atas pohon?” tanya anak itu.
“Cantik banget ya? Apa gua sedang mimpi?” batin Bagas.
“Hai, , ,! Malah bengong loe?” kata anak itu.
          “(Kaget) Loe siapa?” tanya Bagas.
“Gua Ocha!” jawab Ocha sambil berjabat tangan.
“Lagi ngapain loe disini Gas?” lanjut Ocha.
“Ooo, , , gua  lagi nyantai nih ,,,!” kata Bagas dengan senyuman penuh harapan. Dan dari sinilah pertemanan Bagas dengan Ocha dimulai.
          Di suatu malam yang ditemani terangnya pancaran sinar sang rembulan, Bagas duduk melamun di teras depan rumahnya. Dia masih bingung dengan cewek yang tadi menemuinya. Dia melamun sambil bernyanyi,

Cinta kata orang ku jatuh cinta
Kepada dirimu cinta sampai tergila-gila
Rindu rinduku, kumemikirkan kamu
Hanyalah dirimu yang membuatku mabuk kepayang  
“Mungkinkah aku kini sedang jatuh cinta ya?” tanya Bagas dalam hati.

***

Kesesokan harinya Bagas datang lagi ke tempat ia bertemu Ocha kemarin. Mereka berdua selalu bermain bersama setiap Bagas pulang sekolah. Mereka berdua seperti sepasang sahabat yang tak pernah bisa di pisahkan oleh apapun. Begitupula dengan hari-hari berikutnya, mereka selalu bermain bersama di Bukit dekat pemakaman.
          “Cha, ayo ikut gua ke bukit, kita jalan-jalan!” ajak Bagas sambil menarik tangan Ocha.
          Ocha pun mengikuti ajakan Bagas. Hari itu Bagas bermaksud ingin menyatakan rasa cintanya ke Ocha. Namun, Bagas agak sedikit malu untuk menyatakan perasaannya kepada Ocha. Bagas memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya itu. Dia memunyai rencana untuk mengajak Ocha ke puncak bukit nanti sore. Sekitar jam 4 sore Bagas mengajak Ocha berjalan-jalan ditepi sungai dekat bukit.
          “Gas, lu mau ajak gua kemana sih?” tanya Ocha penasaran.
          “Kita ke sungai dulu cha, sambil nunggu sore datang,” jawab Ocha.
          “Emang mau apa lu kalau sudah sore gas?” Tanya Ocha.
          “Kita lihat matahari tenggelam diatas bukit cha,” jawab Bagas.
          “Ok , , ,!” jawab Ocha dengan nada senang.
          Sekitar pukul 04.25 sore Aghel mengajak Ocha ke puncak bukit. Mereka berdua melewati jalan setapak yang di sekelilingnya tumbuh pohon-pohon hijau yang seakan meneduhi perjalanan mereka berdua. Setelah beberapa lama mereka berjalan, akhirnya mereka tiba juga di puncak bukit. Disana terlihat batu besar yang terdampar disamping pohon mangga.
          “Cha ayo kita duduk disana,” ajak Bagas sambil menunjuk batu besar itu.
         
“Ayo,” jawab Ocha.
 Tak lama mereka duduk-duduk di batu itu, matahari sudah mulai tenggelam. Dari ufuk barat terlihat langit berwarna merah.
          “Cha . . .!” sapa Bagas dengan malu.
          “Apa gas?” Tanya Ocha santai.
          “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu!” ucap Bagas dengan sedikit ragu.
          “Katakan saja gas,” ucap Ocha.
          “Cha, kita kan sudah lama bersahabat, lama kelamaan gua ngerasa kalau gua suka sama loe, perasaan sayang gua ke loe lebih dari perasaan saying kepada seorang sahabat, loe mau nggak jadi pacar gua!” ucap Bagas dengan memegang tangan Ocha.
          Belum lama kata itu terucap dari mulut manis si Bagas. Ocha seketika samar-samar menghilang dari hadapan Bagas, Bagas pun kaget.
          “Cha, kamu kenapa cha, O… cha!” teriak Bagas sambil menangis.

by ARGA SAPUTRA / XII IPA 1 / SMA N 1 CLURING

Tidak ada komentar: